Pages

 

Kamis, 21 Juni 2012

AHM DENSO

Pasal 79
Sankasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Sanksi pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat dijatuhkan kepada pekerja yang melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.      Pekerja melakukan pelanggaran berat sebagai berikut :
a.       Penipuan, pecurian, atau penggelapan barang dan atau uang milik perusahaan.
b.      Memberikan keterangan palsuatau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.
c.       Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkoba, pisikotropika, dan zat adiptif lain di tempat kerja.
d.      Melakukan perbuatan asusila atau judi di lingkungan kerja, menyeranga, menganiaya, mengintimidasi terman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja.
e.       Mengajak teman sekerja atau pengusaha untunk melakukan perbuataan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
f.       Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan rugi perusahaan.
g.      Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di temapy kerja.
h.      Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya di rahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
2.      Tindakan Interdisipliner berulang-ulang
Pekerja yang dalam masa sanksi surat peringatan III masih melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi Pemjtusan Hubungan Kerja (PHK).
3.      Mangkir berkepanjangan
Pekerja yang mangkir selama 5 hari kerja atau lebih selama berturut-turut tanpa keterangan surat secara tertulis yang dilengakapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha dua kali secara patut dan tertulis dalam jangka waktu 10 hari kerja dapat dikenakan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)



Pasal 80
Ketentuan Umum
1.    Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PPHK) harus melalui prosedur yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
2.    Hak atas  kompensasi  pemutusan hubungan kerja (kompensasi PHK)
Pekerja yang mengalami PHK berhak atas kompensasi PHK.Komponen kompensasi PHK terdiri dari : uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uanag penggantian hak, dan uang pisah. Kompensasi PHK yang menjadi hak pekerja terdiri dari salah satu atau lebih dari komponen kompensasi PHK, tergantung pada alasan PHK sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian bersama ini.

Pasal 81
Kompensasi pemutusan hubungan kerja
1.    Uang pesangon
Uang pesangon ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan menurut masa kerja pekerja yang bersangkutan sebagai berikut :

2.    Uang Penghargaan masa kerja
3.    Uang Pisah Pengunduran Diri

4.    Uang pisah mangkir berkepanjangan

5.    Uang Penggantian hak
Pekerja yang mengalami PHK, berhak atas penggantian terhadap haknya yang masih melekat yang terdiri dari:
a.    Cuti Tahunan dan Cuti Besar yang masih tersisa
b.    Biaya pemulangan (transport) ke tempat dari mana pekerja yang bersangkutan diterima bekerja.
c.    Penggantian perumahan , pengobatan, dan perawatan yang ditetapkan 15% dari jumlah komponen kompensasi PHK yang menjadin hak pekerja yang bersangkutan.
6.    Pengertian Upah berkaitan dengan kompensasi PHK
Yang dimaksud dengan upah dalam kaitannya dengan ketentuan kompensasi PHK adalah upah pokok+ tunjangan transport+ tunjangan makan+ tunjagan jabatan(kalau ada)
7.    Pajak penghasilan (PPh) atas kompensasi PHK
Pajak penghasilan (PPh) yang berkaitan dengan pembayaran kompensasi PHK di tanggung oleh pekerja sesuai dengan peratuaran perundang – undangan yang berlaku.

Pasal 82
Penyelesaian pemutusan hubungan kerja
1.    Pemutusan hubungan kerja karena pelanggaran berat
Pengussaha dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja yang melakukan pelanggaran berat sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 79 ayat 1 dari perjanjian ini. Apabila pekerja yang bersangkutan tidak menerima keputusan PHK, maka ia berhak melakukan gugatan  ke Lembaga Penyelesaian Perselisihan  Hubungan Industrial (LPPHI). Bila PHK tersebut dikabulakan maka pengusaha berkewajiban untuk membayar santunan PHK yang diputuskan oleh LPPHI atau sebagimana ditetapkan dalam pasal 81 ayat 2 dan ayat 5 yang terdiri dari  Uang Penghargaan  M asa Kerja dan Uang Penggantian Hak kepada pekerja yang bersangkutan.
2.    Pemutusan hubungan kerja karena pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib
Bila seorang pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib bukn karena pengaduan pengusaha, untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan atau menjalani hukuman penjara karena tindak pidan, maka pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan pekerja yang bersangkutan tanpa persetujuan LPPHI terlebi dahulu. Dalam hal demikian,pengusaha berkewajiban membayar 1 kali uang penghargaan dan uang penggantian hak sesuai dengan pasal 81 ayat 2 dan ayat 5 kepada pekerja yang bersangkutan.
3.    Pemutusan hubungan kerja karena pekerja mengundurkan diri
Pekerja atas kemauannya sendiri, dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    Mengajukan surat pengunduran diri kepada pengusaha selambat lambatnya 1 minggu dimuka
b.    Mempertanggungjawabkan semua pekerjaan yang menjadi tugasnya beserta peralatan pengusaha yang menjadi tanggung jawabnya. Pekerja yang mengundurkan diri dengan memenuhi ketentuan teebut diatas berhak atas kompensasi PHK, yang terdiri dari uang pisah dan uang penggantian hak seuai dengan ketetapan pasal 81 ayat 3 dan ayat 5. Pemutusan hubungan kerja tdak memerlukan persetujuan LPPHI. Ketetapan mengenai kompensasi PHK ini tidak berlaku bagi karyawan yang mengajukan pension dini.
4.    Pemutusan hubungan kerja karena pekerja melakukan tindakan indisipliner berulang-ulang.
Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pekerja melakukan tindakan indisipliner berulang-ulang sebagaiman diuraikan dalam pasl 79 ayat  2. Dalam hal demikian pengusaha berkewajiban membyar kompensasi PHK yang terdiri dari 1 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai dengan pasal 81 ayat 1, ayat 2, dan ayat 5 kepada pekerja yang bersangkutan.
5.    Pemutusan hubungan kerja karena perusahaan berubah status
Bila perusahaan mengalamai perubahan status, baik karena penggabungan, peleburan, ataupun perubahan kepemilikan maka baik pekerja maupun pengusaha dapat melekukan pemutusan hubungan kerja.
a.    Bila pemutusan hubungan kerja terjadi atas kemauan pekerja maka pengusaha bekewajiban membayar kompensasi PHK terdiri dari 1 kali uang pesangon, 1 kali  uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak  sesuai dengan pasal 81 ayat 1 , ayat 2 dan ayat 5kepada pekerja yang bersangkutan.
b.    Bila Pemutusan hubungan kerja atas kemauan pengusaha maka pengusaha berkewajiban membyar kompensasi PHK yang terdiri dari 2 kali uang pesangon , 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan pasal 81 ayat 1, ayat 2 dan ayat 5 kepada pekerja yang bersangkutan.
6.     Pemutusan hubungan kerja karena perusahaan tutup
Pengusaha dapa melakukan pemutusan hubungan  kerja apabila perusahaan ditutup karena berbagai alasan :
a.    Perusahaan tutup karena  mengalami kerugian selama 2 tahum berturut-turut dan mengalami keadaan force majeur (keadaan memaksa). Dalam hal demikian pengusaha berkewajiban membayar kompensasi PHK yang terdiri dari 1 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerjan, dan uang pengantian  hak sesuai dengan pasal 81 ayat 1, ayat 2 dan ayat 5 kepada pekerja yang bersangkutan.
b.    Perusahaan tutup karena alasan efisiensi bukan karena menglami kerugian ataupun menghadapi keadaan force majeur. Dalam hal demikian pengusaha berkewajiban membyar kompensasi PHK yang terdiri dari 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesui degan pasal 81 ayat 1, ayat 2 dan ayat 5 kepada pekerja yang bersangkutan.
7.    Pemutusan hubungan kerja karena perusahaan pailit
Kalau  perusahaan mengalami pailit maka pengusaha berhak melakukan pemutusan hubungan kerja dengan ketentuan bahwa pengusaha berkewajibann membayar kompensasi PHK  yang terdiri dari  1 kli uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang peggantian hak sesuai ketentuan pasal 81 ayat 1 , ayat 2 dan ayat 5 kepada pekerja yang bersangkutan.
8.    Pemutusan hubungan kerja karena kaena pekerja meninggal dunia
Bila pekerja meninggal dunia, maka berbagai pembayaran yang menjadi hak pekerja yang bersangkutan akan dibayar kepada ahli warisnya sebagai berikut:

9.    Pemutusan hubungan kerja karena pension
a.    Pension karena usia
Adalah keadaan dimana seorang pekerja telah mencapai usia pension yaitu usia 55 tahun berdasrkan data kepegawaian yang ada dibagian personalia dan oleh karena itu, baik pekerja maupun pengusaha berhak untuk melakukan pemutusan hubungan  kerja dengan ketetuan pengusaha berkewajiban membayar kompensasi PHK pension kepada pekerja yang bersangkutan.
b.    Pension dini
Adalah keadaan diamana seorang pekerja telah mencapai usia 50 tahun atau masa kerja 25 tahun atau lebih berdasarkan data kepegawaian yang ada dibagian personalia dan oleh karena itu pengusaha menerima dan menyetujui pengajuan pemutusan hubungan kerja dari pekerja dan pengusaha berkewajiban membayar kompensasi PHK pension kepada pekerja yang bersangkutan.
c.    Hak pekerja yang pension
Pekerja yang pension berhak atas hal- hlal berikut:
(1)     Kompensasi PHK pesiun yang terdiri dari:
·      2 kali uang pesangon sesuai pasal 81 ayat 1
·      1 kali uang penghargaan masa kerja sesuai pasal 81 ayat 2
·      Uang penggantian hak sesuai dengan pasal 81 ayat 5
Kompensasi PHK pension iniharus dibayarkan pada saat jatuh tempo masa pension.
(2)     Jaminan hari tua (JHT) sesuai dengan ketentuan jamsostek, dalam hal ini menjadi kewajiban pengusaha untuk mengurus proses pembayarannya dari jamsosotek.
(3)     Tiga bulan sebelum jatuh massa pension disebut masa persiapan pension(MPP) pekerja berhak untuk tidak masuk kerja selama masa persipan pension dan tetap berhak atas upah tetapnya. Pekerja yang ingin menggunakan hak atas MPPnya,harus memberitahukannya kepada pengusaha terlebih dahulu secra tertulis.
d.   Pengusaha akan memfasilitasi pelatihan kewirausahaan kepada pekerja yang akan memasuki masa pension.
e.    Pengusaha bersama serikat pekerja akan mempelajari tentang pengalihan pengelolaan dana pension pada lembaga dana pension dan apabila terjadi kesepakatan dalam periode  berlakunya PKB ini, maka akan dibuat addendum secara khusu untuk pelaksanaanya.
10.      Pemutusan hubungan kerja karena mangkir berkepanjangan
Pekerja yang mangkir berkepanjangan dan terkena sanksi pemutusan hubungan kerja sebagaiman ditetapkan dalam pasal 79 ayat 3 berhak atas kompensasi uang PHK yang terdiri dari 1 kali uang pesangon, 1 kali uang pisah mangkir berkepanjangan, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan pasal 81 ayat 4 dan ayat 5.
11.     Pemutusan hubungan kerja karena pengaduan pekerja terhadap pengusaha.
Bila seorang pekerja beranggapan pengusaha telah melakukan pelanggaran terhadap dirinya, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 169 ayat 1 undang-undang ketenaga kerjaan No.13 tahun 2003 maka ia dapat mengadukan hal tersebut serta mengjukan permohonan PHK kepada LPPHI.
a.    Dalam hal ini pengaduannya dibenarkan dan permohonan PHK-nya dikabulkan oleh LPPHI maka pengusaha berkewajiban membyar kompensasi PHK yang diputuskan oleh LPPHI atau sebesar 2 kali uang pesangon , 1 kali uang penghargaan massa kerja dan uang penggantian hak sesutai dengan ketentuan passal 81 ayat 1, ayat 2 adan ayat 5
b.    Dalam hal pengaduan tidak dibenarkan oleh LPPHI maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan pekerja yang bersangkutan,tanpa penetapan LPPHI . Dalam hal demikian, maka kompesasi PHK hanya terdiri dari  uang  penggantiam hak saja sesuai ketentuan pasal 81 ayat 5.
12.     Pemutusan hubungan kerja karena sakit berkepanjangan atau kecelakaan kerja
Pekerja yang tidak bisa bekerja selama lebih dari 12 bulan karena sakit berkepanjangan atau karena kecelakaan kerja maka baik pekerja yang bersangkutan ataupun pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Dalam hal demikian, pengusaha berkewajiban membayar kompensasi PHK kepada pekerja yangbersangkutan  sebesar 2 kali uang pesangon, 2 kali uang penghargaan massa kerja, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan passal 81 ayat 1, ayat 2 dan ayat 5.
13.     Pemutusan hubungan kerja karena pekerja tidak mampu lagi bekerja
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan seorang pekerja yang tidak mampu lagi melanjutkan pekerjaanya, baik karena hambatan jasmaniah maupun hambatan rohaniyah, hal mana dikuatkan oleh surat keterangan dokter yang berkompeten.Dalam hal demikian, maka pengusaha berkewajiban membayar kompensasi PHK kepada pekerja yang bersngkutan  sebesar 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan massa kerja, dan uang penggantian hak sesutai dengan ketentuan passal 81 ayat 1, ayat 2 adan ayat 5
14.     Pemutusan hubungan kerja karena berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu
Pemutusan hubungan kerja terjadi dengan sendirinya, saat berakhirnya kontrak keja untuk waktu  tertentu, kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk memperpanjang kontrak kerja tersebut. Pengusaha tidak berkewajiban membayar santunan PHK, kepada npekerja yang bersngkutan,kecuali apa yang telah disepakati dalam kontrak kerja tersebut.

PHK

A.    Kasus PHK pada PT. SCI YOGYAKARTA

PT Sung Chang Indonesia (SCI) Factory Yogyakarta adalah perusahaan yang memproduksi rambut palsu (wig) yang beralamatkan di Wates, Kulon Progo, Yogyakarta. Dituliskan di koran Kedaulatan Rakyat (KR) tanggal 16 September 2011 pada halaman 21 bahwa salah seorang karyawan, Yudi Indarto (29) telah menerima surat PHK (pemutusan hubungan kerja) dari perusahaan tempat dia bekerja. PT SCI melalui managernya mengeluarkan surat dengan nomor 001/SCI/KARY/PEMB-YK/IX/2011 tertanggal 13 September 2011.
Alasan pengeluaran surat tersebut dipaparkan oleh pihak SCI karena karyawan bersangkutan tidak bersedia menandatangani pembaharuan kontrak dan dianggap tidak mengikuti peraturan perusahaan. Dan dengan dikeluarkan surat tersebut maka sejak tanggal 14 September 2011, karyawan yang bersangkutan tidak diperbolehkan bekerja lagi di PT SCI.

B.     Tindak Lanjut Kasus PHK PT. SCI YOGYAKARTA

Dari perspektif karyawan dituliskan bahwa, karyawan yang berangkutan tidak dapat menerima surat keptusan PHK yang diterimanya tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan keinginannya untuk tetap bekerja pada tanggal 14 September 2001, namun ditolak (tidak diperbolehkan masuk area kerja) oleh pihak perusahaan. Yudi Indarto (29)  merasa bahwa sudah menjadi karyawan tetap di PT SCI. Yang bersangkutan mulai bekerja di PT SCI sejak 11 September 2008. Dan akhirnya melalui serikat pekerja SBII (Solidaritas Buruh Independen Indonesia) serta kuasa hukumnya, mereka melaporkan kasus ini ke Dinsosnakertrans kabupaten. Apa yang dilakukan oleh karyawan yang bersangkutan sudah sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pasal 159 menguraikan bahwa apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Sesuai prosedural yang bersangkutan yang didampingi Sri Waryanti, salah satu kuasa hukumnya dari Lembaga Advokasi Hak Asasi Manusia dan Lembaga Bantuan Hukum (LABH) Yogyakartasudah melaporkan kepada serikat pekerja serta kasusnya dibawa ke PHI melibatkan dinsosnakertrans.
Yudi Indarto (29) Melaporkan PT. SCI karena ia dilarang masuk kerja terhitung Rabu (14/9), dengan alasan telah menyalahi Peraturan Perusahaan. Sebelumnya Yudi dipanggil tiga kali untuk menandatangani kontrak kerja yang dibuat perusahaan, tapi beliau tidak mau. Dituturkannya, alasan penolakan dirinya menolak menandatangani surat tersebut karena merasa bahwa ia sudah terhitung sebagai karyawan tetap. Sehingga tidak memerlukan kontrak baru. Keterangan Yudi bahwa sesuai dengan peraturan UU 13 Tahun 2003 jika sebelumnya tidak ada perjanjian kontrak secara resmi maka buruh yang bersangkutan dianggap sebagai karyawan tetap.
Lantaran hal inilah, maka surat PHK tertanggal Selasa (13/9), yang dikeluarkan oleh SCI secara sepihak tersebut Sri nilai cacat hukum. Chandra Hakim, perwakilan SBI Yogyakarta yang selama ini mengadvokasi para buruh SCI yang tergabung dalam SBI SCI mengatakansemenjak masuk kerja Yudi telah melalui proses magang selama 3 bulan, dan kemudian dilanjutkan dengan training. Ia menambahkan, selain melanggar UU ketenaga kerjaan, ada indikasi bahwa pemecatan Yudi ini sebagai upaya pemberangusan serikat buruh yang ada.
Sementara itu Kabid Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja (HIPTK) Dinsosnakertrans Kulonprogo, Bambang Sutrisno mengatakan, pihaknya telah menerima aduan dari pihak Yudhi dan kuasa hukumnya.





C.    Analisa Studi Kasus PHK PT. SCI Yogyakarta

Tanpa mengesampingkan pemaparan dari pihak karyawan yang bersangkutan, disebutkan bahwa di dalam surat PHK tersebut alasan cacatnya surat PHK tersebut karena tidak dituliskan item-item peraturan perusahaan mana yang dilanggar, serta karyawan yang bersangkutan tidak pernah mendapatkan sosialisasi peraturan perusahaan (PP). Ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan kasus diatas, antara lain:
1. Dari segi legalitas administrasi perusahaan, keputusan PHK yang dikeluarkan oleh PT SCI hanya berupa surat pemberitahuan atau berbentuk surat keputusan (SK), tentu saja kekuatan legalitasnya bisa berbeda.
2. Check ulang konrak kerja, termasuk jangka waktu memperkerjakan, status karyawan,karena status karyawan mempengaruhi perhitungan pesangon juga terhadap efek dari kasus PHK.
3. Didalam mengeluarkan surat PHK, maka perusahaan diharuskan seobyektif mungkin menuliskan alasannya secara detail dengan menunjuk pada point-point peraturan perusahaan yang menjadi dasar dilakukan PHK tersebut. Karena di UU No. 13 tahun 2003 telah menyebutkan seperti itu.
 4. Sebelum melakukan pelaporan ke disnaker atau istilahnya tripartite, maka kedua belah pihak diarahkan terlebih dahulu untuk melakukan bipartite, yaitu pembahasan antara perusahaan dengan perwakilan serikat pekerja. Dan hasil dari bipartite tersebut yang nantinya dapat dijadikan dasar ke tahap tripartite. Namun dalam kasus diatas, berita mengenai bipartite tidak dipaparkan.
5. Apapun alasan perusahaan, maka untuk seluruh level kayawan yang bekerja di suatu perusahaan, wajib mendapatkan sosialisasi peraturan perusahaan, secara lisan maupun tertulis. Hal ini menjaga hubungan industrial yang positif antara perusahaan dengan karyawan.







BAB V
KESIMPULAN

PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Ketentuan hukum PHK dapat bersifat perdata, yaitu mengenai pemberitahuan, tenggang waktu dan saat PHK. Istilah  pemutusan hubungan kerja (separation) sinonim dengan pemberhentian ataupemisahan karyawan dari suatu organisasi.
Fungsi pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian harus mendapat perhatian yang serius dari manajer perusahaan, karena telah diatur oleh undang-undang dan memberikan risiko bagi perusahaan maupun untuk karyawan bersangkutan.
Pada kasus PT. SCI Yogyakarta pemutusan hubungan kerja terjadi karena pihak SCI karena karyawan bersangkutan tidak bersedia menandatangani pembaharuan kontrak dan dianggap tidak mengikuti peraturan perusahaan. Tetapi PT. SCI tidak menggunakan prosedur PHK secara runtut dan benar. Perusahaan hanya mengeluarkan dan memberikan SK Perusahaan kepada karyawan. Padahal seharusnya SK harus dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri. Maka untuk menyelesaikan kasus tersebut, perlu dilakukan pengecekan ulang terhadap konrak kerja, termasuk jangka waktu memperkerjakan, status karyawan,karena status karyawan mempengaruhi perhitungan pesangon juga terhadap efek dari kasus PHK.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak dapat diangap sebagai suatu hal yang sepele karena jika sudah terjadi suatu kasus dan pihak yang berwenang sudah terlibat, maka jika dilihat dari sudut pandang perusahaan, banyak hal yang dapat hilang (meliputi beberapa aspek, termasuk biaya) dan yang terpenting sebagai owner harus memikirkan lebih jauh nasib perusahaan jika ingin perusahaannya dapat bertahan di dunia industri. Dan jika dilihat dari sudut pandang karyawan, PHK juga merupakan hal yang tidak ingin diperoleh kecuali jika pemutusan hubungan kerja tersebut diinginkan sendiri oleh karyawan.